Analisis Teks Sindhenan dan Pupuh Pembangun dalam Bedhaya Semang Menurut Perspektif A. Teeuw

Penulis

  • Grace Tania Artasia Universitas Sanata Dharma
  • Fransisca Tjandrasih Adji Universitas Sanata Dharma
  • Christina Astrilinda Purnomo Universitas Sanata Dharma

DOI:

https://doi.org/10.30595/pssh.v20i.1386

Kata Kunci:

Bedhaya Semang, Teori A. Teeuw, Teks Sindhenan, Pupuh Pembangun, Sastra Lisan

Abstrak

Bedhaya Semang merupakan jenis tari Bedhaya paling tua dan sakral di Keraton Yogyakarta serta merupakan peninggalan dari Kerajaan Mataram. Dalam tari pusaka ini, iringan nyanyian berupa sindhenan merupakan salah satu aspek penting yang mendukung pemahaman makna dan alur tari tersebut. Tanpa iringan dari sindhenan, masyarakat awam akan kesulitan memahami esensi dari Tari Bedhaya Semang. Keberadaan tari ini juga dapat dirunut melalui pupuh atau puisi tradisional Jawa yang terdapat dalam Serat Nitik Sultan Agung, seperti pupuh Asmarandana dan pupuh Dhandhanggula. Kemudian, pupuh-pupuh pembangun dan sindhenan pada tari Bedhaya Semang memiliki keterikatan dan mengandung makna filosofis yang mendalam.Untuk mengetahui makna filosofis yang terdapat dalam tari pusaka tersebut, penelitian ini menggunakan metode etnografi dan deskriptif kualitatif, serta teori A. Teeuw yang membahas analisis kode bahasa, kode sastra, dan kode budaya dalam suatu karya sastra yang berupa sastra lisan. Hasil penelitian ini mencakup analisis kode bahasa yang menyoroti pemahaman makna dalam pemilihan kata, gaya penulisan, dan struktur kalimat. Selain itu, analisis kode sastra menghasilkan penjelasan konvensi, teknik yang digunakan dalam genre tertentu, serta estetika yang terkandung dalam tari ini melalui simbolisme, tema, dan karakterisasi. Terakhir, analisis kode budaya akan menghasilkan analisis konteks sosial, sejarah, dan nilai-nilai yang mempengaruhi Tari Bedhaya Semang.

Referensi

Tarigan, H. G. (1985). Prinsip-prinsip Dasar Sastra Bandung: Angkasa.

Teeuw, A. (1988). Sastra dan Ilmu Sastra Pengantar Teori Sastra(Cet.Kedua). Jakarta: Pustaka Jaya-Girimukti Pasaka.

Baryadi, I. P. (2007). Teori Ikon Bahasa: Salah Satu Pintu Masuk ke Dunia Semiotika Yogyakarta: Penerbit Sanata Dharma.

Nurhajarini. D.R. (2009). Bedhaya Semang Pusaka Keraton Yogyakarta yang (Kembali) Dipentaskan. Jantra Journal Sejarah dan Budaya, 4, 552-562.

Suharti, T. (2011). Bedhaya Semang Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat Reaktualisasi Sebuah Tari Pusaka. (Disertasi tidak diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada

Maestro, K. B. (2014, January 1). Warisan Budaya Tak Benda Seni Pertunjukan Bedhaya Semang.

Warisan Budaya Takbenda | Beranda. https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=141

Adji, F. T. (2016). TEKS KANDHA DAN TEKS SINDHÈNAN TARI B?DHAYA DALAM NASKAH-NASKAH SKRIPTORIUM KARATON NGAYOGYAKARTA HADININGRAT SEBAGAI SARANA MEMAHAMI KEARIFAN LOKAL. Journal of Language and Literature, 3, 63–92.

Taum, Y. Y. (2018). Kajian Semiotika?: Godlob Danarto Dalam Perspektif Teeuw. Sanata Dharma University Press.

Diterbitkan

2024-11-30

Cara Mengutip

Artasia, G. T., Adji, F. T., & Purnomo, C. A. (2024). Analisis Teks Sindhenan dan Pupuh Pembangun dalam Bedhaya Semang Menurut Perspektif A. Teeuw. Proceedings Series on Social Sciences & Humanities, 20, 347–356. https://doi.org/10.30595/pssh.v20i.1386